Proses pengobatan malaria di Indonesia belakangan ini menghadapi tantangan yang sangat besar, yakni penurunan efektivitas atau kemampuan menyembuhkan obat yang selama ini dipakai. Hal ini berarti parasit penyebab malaria ini mampu tetap bertahan hidup meski obat sudah diberikan sesuai dengan dosis rekomendasi, dan bahkan parasit penyebab malaria ini telah bermutasi semakin kebal dari waktu ke waktu.
Sebagai solusi dari semua permasalahan tersebut, sejak tahun 2004 pilihan utama untuk pengobatan malaria yaitu obat kombinasi dihidroartemisinin dan piperakuin fosfat (DHP) yang dinilai lebih ampuh dan mampu membunuh parasit penyebab malaria ini. Tapi sayangnya, prose pengobatan DHP tersebut sepanjang 2004 sampai 2012 hanya disediakan pemerintah melalui Spesial Acces Scheme (SAS) yang ditujukan untuk pasien tidak mampu saja.
Hal tersebut telah memacu PT Mersifarma TM yang bekerja sama dengan perusahaan Tiongkok Beijing Holley Cotec yang berusaha meluncurkan obat DHP yang dijual di apotek untuk pasien secara umum sehingga penyakit ini bisa segera diatasi. Walaupun rencananya dijual bebas, tapi tetap saja obat ini harus melalui resep dokter terlebih dahulu sebelum benar-benar dikonsumsi oleh si pasien.
Dani Pratomo, yang merupakan production director dari PT Mersifarma dalam acara peluncuran obat DHP Frimal di Jakarta, mengatakan bahwa Obat dengan sistem SAS tersebut tidak memiliki nomor izin edar secara khusus, hal tersebut karena obat ini dikhususkan untuk obat yang sangat dibutuhkan untuk penyakit tertentu dan dalam kondisi tertentu. Dan inilah yang membuat keberadaan SAS susah dicari.
Dani juga mengatakan, keberadaan obat DHP ini yang nantinya akan dipasarkan dan didistribusikan di Indonesia dalam waktu dekat memang mengkhususkan diri pada daerah-daerah dengan tingkat kejadian malaria yang tinggi saja. Walaupun sejauh ini obat ini masih diproduksi di Tiongkok. Tapi setidaknya obat DHP ini mampu membantu masyarakat untuk menanggulangi susahnya mendapatkan obat SAS.
Menurut F Tirto Koesnadi, yang merupakan Presiden Direktur PT Mersifarma mengatakan bahwa obat DHP ini sangat aman dan sudah memiliki izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan di Indonesia, walaupun berstatus obat ini masih Obat impor. Selain itu, secara bertahap dalam jangka waktu lima tahun ke depan pihaknya berencana akan dilakukan proses alih teknologi sehingga produksi ini akan dilakukan di Indonesia secara penuh sehingga kita tidak bergantung kepada obat impor terus.
Obat DHP ini sendiri merupakan obat anti malaria yang mengandung kombinasi dua zat aktif yaitu dihidroartemisinin sebanyak 40 miligram dan piperakuin fosfat 320 miligram. Tentu saja dosis obat ini diminum tiga kali sehari selama tiga hari berturut-turut. Aturan dosis ini juga jauh lebih singkat jika dibandingkan dengan pengobatan konvensional yang selama ini kita kenal.
(sumber : http://www.sehataja.com)